Neo-Demokrasi
Kesra

Penanganan Narkoba Harus Simultan

Kepala BNNP Jatim Brigjen Pol Idris Kadir.

Surabaya, NEODEMOKRASI.COM – Kasus penyalahgunaan narkoba (narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan obat-obatan berbahaya lainnya), baik peredaran maupun penyalahggunaan, masih tetap tinggi di Indonesia. Selain itu, juga  menjadi krisis global.

Kepolisian dan BNN selaku leading sektor penanganan kejahatan narkoba, terus berupaya keras dan intensif melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba.

Gencarnya kegiatan memutus rantai peredaran barang terlarang ini tak jua menyurutkan nyali pelakunya. Meski ratusan gembong narkoba berhasil ditangkap, namun negara ini masih belaum lepas darI status darurat narkoba.

Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim yang baru, Brigjen Pol Idris Kadir mengatakan, seiring perkembangan zaman modern, narkobapun hadir dan bertransformasi dalam bentuk dan jenis yang lebih beragam. Misalkan kalau di era 90-an ke atas namanya heroin, morfin, kokain. Lalu berkembang jadi ganja, putaw, sabu sabu, dan ineks.

Sekarang muncul berbagai produk narkoba dengan istilah atau nama baru. Seperti Tembakau Gorila, Narkotika CC4,  Zolpidem, Sleep Walking Pill, Scopolamine, DMHP, Bromo Dragonfly Rimonabant,. Etorphine, Superheroin, Tahi Sapi atau Magic Mushroom dan Krokodil (desomorphinne).  Sehingga aparat kepolisian dan BNN juga dituntut untuk terus melakukan inovasi strategi pencegahan kejahatan narkoba.

Memimpin lembaga pencegahan dan penyalahgunaan narkoba di kota besar seperti Surabaya, tentulah menuntut kerja keras dan tanggung jawab yang cukup besar. Apalagi, dengan rekor tingkat penyalahgunaan narkoba terbesar kedua di Indonesia.

“Konsekuensi Kota Surabaya dengan jumlah penduduknya cukup besar, tentu memiliki tingkat kerawanan cukup tinggi pula,” katanya.

Untuk itu, pihaknya melakukan pemetaan zona atau pengelompokan wilayah. Hal ini guna mengembangkan kapasitas dan optimalisasi melalui program  pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Baik level provinsi, kabupaten, kota. Mulai karakteristik wilayah, budaya, dan bentuk kerawanan yang dihadapi. Termasuk menyusun renstra bidang pemberantasan.

Mengacu riset tahun 2015, 2017, ada prevalensi penurunan untuk tahun 2019, meskipun tidak signifikan. BNN sendiri secara keseluruhan berkomitmen bagaimana mengurangi angka tersebut dengan melakukan upaya rehabilitasi maskimal. Hal  ini membutuhkan peran aktif seluruh stakeholder.

“Misalkan dengan upaya melakukan deteksi dini di masing-masing kelembagaan dan perkantoran. Intinya, bagaimana langkah pembinaan bertujuan untuk mengeliminir penyalahgunaan naskorba,” jelas pria yang dilantik tanggal 23 Oktober 2020,  mengantikan kepala BNNP sebelumnya, Bambang Priyambadha.

Ketiadaan lembaga rehabilitasi sendiri di Jatim ini menjadi kendala utama upaya pemulihan yang menjadi tugas BNNP Jatim. “Alhamdulllah permohonan kami untuk mengajukan lahan hibah dari KPK dikabulkan. Insya Allah, nantinya pusat rehabilitasi narkoba untuk Jatim akan dibangun di lahan seluas 1,2 hektare. Lokasinya di Bangkalan,” jelasnya.

Setelah proses serah terima selesai dalam waktu dekat ini, pihaknya akan melakukan studi banding soal prototipe fisik pusat rehabilitasi yang dibutuhkan. Ini sangat penting, karena kalau penanganan bagus tetapi tidak punya badan rehab sendiri, tentu tidak optimal.

“Selama ini untuk program rehab dikirim ke Lido yang memiliki kapasitas seluas 2,5 hektare.  Selain itu ada Loka Rehabilitasi di Deliserdang, Loka Rehab Batam, Kepri, Baddoka Makasar dan Tana Merah, Samarinda, Kaltim,” tambah mantan kepala BNNP Sulawesi Selatan.

Meski program rehab sifatnya gratis dan dibiayai pemerintah, tetapi mahalnya biaya proses transportasi menuju lokasi rehab dibebankan kepada masing masing. Untuk itu, pihaknya juga sedang mengalkulasi cost transportasi mana yang lebih ekonomis dan efisien untuk menuju lembaga rehabilitasi tersebut.

Pria lulusan Akpol 1988 ini menyayangkan, karena meskipun sudah banyak lembaga rehab swasta, tetapi mayoritas berorientasi bisnis. Tentu saja rehab berbayar ini akan memberatkan, karena tidak semua penyalahguna narkoba dari kalangan kaya. Pecandu yang miskin akan terus terjerat siklus narkoba dengan menjadi agen, pemasok, supaya ia tetap berpenghasilan untuk memenuhi kecanduannya.

Ke depan, pihaknya mengharapkan agar para pemillik rehab swasta lebih berorientasi pada program program sosial. Aktif berkontribusi tenaga dan pikiran pada upaya menyelematkan masyarakat dan generasi muda bangsa. Lembaga- lembaga yang lain juga harus sudah mengimplementasikan pola dan pedoman langkah pembinaan agar penyalahgunaan tidak berlarut-larut.

Dia mengapresiasi langkah Polda Sulawesi Selatan dalam program pembinaan dengan tidak menerapkan sanksi kepada anggota yang melaporkan diri . Mereka ini direhab. Kalau sudah bagus, ia harus membuat surat pernyataan sanggup berhenti total dari penyalahgunaan narkoba. Kalau ternyata dikemudian hari ia mengulangi, maka sanksinya dipecat.

Ia berharap agar pemda yang terdiri dari 38 kota-kabupaten yang ada di Jatim melakukan langkah serupa untuk jajaran pegawainya. Yang melaporkan diri dengan kesadaran, tidak diberi sanksi penilaian kinerja.

Sejak awal BNN tidak mungkin bekerja sendiri. Di era Presiden SBY, payung hukum penanganan narkona mengacu Inpres No 12 Tahun 2011 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun 2011-2015. Juga UU No. 6 Tahun 2014 tentang Peran Desa dalam Program Ketahanan Keluarga, agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba.

Di era Jokowi, BNN bersama seluruh komporen bangsa melaksanakan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Ini mengacu Inpres Nomor 6 Tahun 2018 periode 2018-2019, dan Inpres Nomor 2 Tahun 2020 untuk periode 2020-2024.

“Penanganan kejahatan narkoba di Jatim memerlukan sistem kerja simultan. Bergerak bersama sama seperti penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Seluruh pihak terlibat, bekerja sama dan memiiliki kesadaran diri untuk saling membentengi diri dari penularan,” jelasnya.

Pihaknya pun membutuhkan keterlibatan seluruh komponen masyarakat dan stakeholder dan instansi bererak bersama melakukan aksi aksi riil. “Agar program kami bisa terealisasi maksimal meskipun dengan dukungan dana yang sangat kecil,” harap pria yang pernah menjabat Direskrimsus Polda Jatim tahun 2013 lalu.

Program urgen yang akan ia kembangkan adalah dengan mengoptimalkan kemitraan. Juga membangun kerja sama dengan pemda selaku stakeholder dan memaksimalkan keterlibatan pihak swasta untuk mendukung program BNN. Tujuannya  agar membuat regulasi pencegahan narkoba dengan program deteksi diri melalui tes urine secara berkala.

Juga membentuk relawan dan satgas anti-narkoba. Merapatkan satu visi agar bisa dikerjakan bersama sama. Masing-masing pimpinan melibatkan peran jaringan di bawahnya. Seperti PT Angkasa Pura membuat imbauan bahaya narkoba di bandara atau pelabuhan. Pemda juga memasang imbauan lewat billboard dan spanduk di jalan-jalan utama.(nor/dan)

Related posts

Besaran Tarif Sampah di Sidoarjo Rp 25-35 Ribu per Bulan

Rizki

Anggota Dewan Dorong Nakes Puskesmas Diberi Insentif

Rizki

Pertamina Goes to Campus Hadir di ITS

Rizki