Neo-Demokrasi
Opini

Membangun Sistem Pengendalian Internal (SPI) Melalui Penguatan Self Control

Oleh: Lailatul Amanah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

Perubahan perkembangan dunia yang semakin kompleks ini menuntut seseorang harus memiliki self control yang tinggi, hal ini terutama karena perkembangan Information Technology (IT) yang begitu cepat sehingga mengubah budaya dan gaya hidup seseorang. Penyimpangan perilaku dengan gamblang ada di depan mata, mulai dari kecurangan ataupun korupsi, penindasan, bahkan tindakan asusila dan kekerasan seksual menjadi berita-berita yang selalu kita dengarkan. Apakah perkembangan IT itu salah, jawabnya tentu tidak, perkembangan itu tidak bisa kita tolak, tapi yang perlu kita bangun adalah self control

Self control merupakan kondisi mental yang mempengaruhi pembemtukan perilaku seseorang. Terbentuknya perilaku positif, produktif, mampu mengendalikan emosi, empati terhadap orang laindipengaruhi oleh kemampuan dalam mengontrol diri. Goleman (1998) mendefinisikan self control sebagai managing or keeping disruptive emotional and impulses in check effectively.

            Perkembangan self control pada dasarnya seiring dengan perkembangan usia seseorang, orang yang sudah usia dewasa akan memiliki self control yang lebih baik dari pada masa remaja dan anak-anak. Pada usia dewasa akan tumbuh tindakan yang arif dan bijaksana, mampu menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang negatif dalam berbagai bentuk, selain itu self control juga tercipta melalui suatu proses pembelajaran atau pembiasaan, oleh karena itu Nabi Muhammad bersabda “ sesungguhnya aku ini di utus adalah untuk menyempurnakan ahlaq”, kata menyempurnakan adalah proses, proses pembelajaran yang dilakukan Rosulullah kepada pengikutnya sampai memiliki ahlaq yang sempurna, ahlaq yang sempurna menandakan oarng tersebut memiliki self control yang tinggi

Ada cerita menaraik terkait self control ini, yaitu perbincangan Umar bin Khttab dengan Si Penggebala kambing. Umar bin Khattab dikenal sebagai khalifah yang peduli dengan rakyat. Dia adalah seorang pemimpin yang tegas. Tidak hanya itu, Umar juga suka menolong rakyatnya. Pada suatu hari, Umar bin Khattab melakukan perjalanan seorang diri  ke luar kota. Dia ingin melihat langsung kondisi rakyat yang dipimpinnya.Umar pun sampai di padang rumput. Dia melihat ada seorang anak yang sedang mengembala kambing-kambingnya. Umar sangat tertarik dengan kambing-kambing yang digembalakan anak itu.  Dia pun menghampiri sang pengembala.

Umar berkata, “Wahai penggembala, banyak sekali kambing-kambingmu.  Bersediakah kamu menjual seekor kambingmu itu kepadaku?”

“Maaf tuan,  kambing-kambing ini bukan milikku. Aku hanya pengembala yang bekerja menerima upah saja. Kambing-kambing yang banyak ini adalah milik tuanku,” jawab pengembala itu.

Umar pun terus membujuk pengembala itu untuk menjual kambing-kambing yang digembalakannya. Dia pun berkata, “Wahai pengembala, majikanmu tidak akan tahu jika kamu menjualnya kepadaku seekor saja. Karena tidak ada  orang  yang tahu jika kamu menjual seekor kambing milik majikanmu kepadaku.”

Si pengembala menatap wajah Umar. Dia pun berkata, “Wahai tuan, engkau benar tidak ada satu pun orang yang tahu  jika aku menjual seekor kambing milik majikanku. Tapi, di mana Allah, tuan? Dia selalu melihat apa yang diperbuat oleh makhluk-Nya.”

Seketika itu Umar bin Khotob  meneteskan air mata. Dia sangat kagum dengan kejujuran si pengembala yang tidak mau melakukan tindakan yang tidak terpuji.

Kemudian khalifah Umar bin Khattab  pun meminta kepada si pengembala untuk mengantarkannya kepada sang pemilik kambing-kambing itu untuk di merdekakan.

Self control yang ada pada penggembala tercipta karena dilandasi nilai-nilai ilahiah, ketaqwaan yang dimiliki akan menciptakan self control yang kaut, karena keyakinan bahwa semua perbuatannya di dunia akan dipertanggungjawabkan nanti di akhirat, dan kayakinan akan adanya surga dan neraka sehingga tidak mudah terbujuk untuk melakukan tindakan yang buruk walaupun bujukan itu dilakukan oleh Amirul Mukminin yang kalau saat ini kita sebut presiden. Ketaqwaan yang ada pada dirinya tidak meruntuhkan kukuhnya sang penggembala dalam memegang prinsip.

Aspek-Aspek Self Control

Menurut Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) mengungkapkan bahwa self-control memiliki lima aspek yaitu kontrol terhadap (1) Self discipline , (2) Deliberate/nonimpulsive, (3) Healthy habit, (4) Work ethic, (5) Reliability Berikut ini: Self discipline, yaitu mengacu pada kemampuan individu dalam mefokuskan diri saat melakukan tugas. 2. Deliberate/nonimpulsive yaitu kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu, bersifat hati-hati, dan tidak tergesa-gesa. 3. Healthy habits, yaitu kemampuan mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang menyehatkan bagi individu. 4. Work ethic yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpadipengaruhiolehhal-haldiluartugasnyameskipunhal tersebut bersifat menyenangkan. 5. Reliability, yaitu dimensi yang terkait dengan penilaian individu terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan rancangan jangka panjang untuk mewujudkan mewujudkan setiap perencanaan

Ciri-Ciri Self Control

Seseorang yang memiliki self control ditandai a) kemampuan mengontrol perilaku yang ditandai dengan kemampuna menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi, b) Kemampuan menunda kepuasan dengan cara mengatur perilaku agar dapat mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima masyarakat, c) kemampuan mengantisipasi keadan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara obyektif, d) kemampuan menafsirkan peristiwa peristiwa dengan melakukan penilaian dan penafsiran seuatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara obyektif, e) kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu tindakan berdasarkan pada keyakinan terbaik. Orang dengan self control rendah cenderung reaktif dalam menghadapi sesuatu, sedangkan orang dengan self control yang tinggi akan proaktif, memiliki kesadaran yang tinggi dalam bertindak

Membangun Sistem Pengendalian Internal melalui penguatan self control

Pengendalian internal merupakan sistem yang dirancang oleh perusahaan untuk meningkatkan efisiensi, mengamankan harta, menjaga ketelitian data perakunan, menegakkan disiplin, dan meningkatkan ketaatan karyawan terhadap kebijakan perusahaan. COSO (Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission) menetapkan 5 komponen pengendalian yaitu Lingkungan Pengendalian, yang terdiri dari filosofi dan gaya kepemimpinan, intergrias dan kode etik perusahaan, Komitmen pada kompetensi, Struktur organisasi, praktik administrasi dan personalia, dan kebijakan operasional. Komponen ke 2, yaitu penilaian risiko risiko, ke 3 prosedur pengendalian , ke 4 pengawasan (wistle blowing), dan ke 5 adalah informasi dan komunikasi. Keberadaan 5 komponen pengendalian ini diharapkan operasional perusahaan/ entitas akan berjalan sesuai dengan kebijakan yang diinginkan, terhindar dari fraud maupun kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Namun harus diingat bahwa sebaik apapun rancangan SPI masih-masih memiliki kelemahan atau cela yang memungkinkan tujuan SPI tidak tercapai, yaitu:

  1. Kesalahan manusia

Efektivitas pengendalian internal dibatasi oleh pengambilan keputusan yang didasarkan pada penilaian manusia. Manusia bisa saja tidak mengerti bagaimana sebuah aspek pengendalian internal bekerja, salah menilai atau dalam kondisi tertentu mengambil sebuah keputusan yang tidak sesuai dengan ketentuan pengendalian internal, namun hal itu masih bisa diantisipasi dengan memberikan edukasi atau pelatihan.

  1. Pengesampingan aspek-aspek pengendalian internal

Karena memiliki kewenangan, seorang manajer bisa saja mengabaikan kebijakan dan prosedur. Dalam kondisi mendesak seorang manajer mungkin melakukan sebuah tindakan demi kepentingan perusahaan dengan mengabaikan prosedur yang berlaku. Tetapi, bisa juga ia mengabaikan prosedur demi keuntungan pribadi, contohnya ia secara sengaja melakukan berbagai taktik untuk menyembunyikan kondisi keuangan sebenarnya.

  1. Kolusi

Sistem pengendalian internal yang terlihat sempurna pun masih dapat dipatahkan oleh kolusi para karyawan. Contohnya, karyawan di bagian pembelian, inventori dan keuangan berkolusi untuk membuat pembelian fiktif. Dengan kolusi, kecurangan lebih sulit dideteksi oleh sistem pengendalian internal yang ada. Perusahaan dapat mengantisipasi keterbatasan ini sebaik mungkin dengan pemantauan berkala dan secara konsisten mengembangkan sistem pencatatan transaksi dan perekaman.

Mekanisme sistem pengendalian internal (SPI) yang tidak dijiwai dengan keberadaan self control dari pelaku akan membuat SPI gagal mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan utama SPI yang diharapkan mampu meningkatkan keandalan pelaporan keuangan, terciptanya efektifitas dan efesiensi operasi, dan mendorong kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku itu tidak akan tercapai kalau pelakunya tidak memiliki self control yang baik, karena ketika niatan berbuat curang/ menyimpang itu ada maka ia akan mencari celah kelemahan sistem untuk melakukan tindakan tersebut

Self control yang ada pada pelaksana sistem yang dibangun dengan nilai-nilai ketaqwaan membuat seseorang merasa selalu diawasi sehingga tidak ada niat untuk melakukan tindakan yang negatif, baik kecurangan maupun pemanfaatan fasilitas yang bukan menjadi haknya, karena keyakinan ada yang maha mengawasi setiap perbuatan dan itu tidak akan bisa disembunyikan. Meskipun rancangan SPI dirasa kurang sempurna tapi ketika para pelaksana sistem memiliki self control yang tinggi, yang dijiwai dengan nilai-nilai ketaqwaan maka tujuan SPI akan tercapai dan organisasi akan berjalan sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan.

Saya tutup tulisa ini dengan mengutip Ayat Al Qur’an surat An naziat ayat 40-41 yang artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggalnya.

Related posts

Kecelakaan Kapal Marak, Izin Berlayar Masih Rancu

Rizki

Hambatan Emosional yang Menghalangi Kesuksesan Seseorang Menjadi Wirausaha

neodemokrasi

Sengkarut Undang-Undang ITE

Rizki