Jakarta, NEODEMOKRASI.COM – Calon Gubernur Jawa Timur terpilih Khofifah Indar Parawansa menghadiri Haul KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang ke-15. Acara ini digelar di halaman Masjid Jami Al Munawwarah, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12).
Haul Gus Dur tahun ini mengusung tema Menajamkan Nurani Membela yang Lemah. Acara tersebut dihadiri oleh keluarga, sahabat, dan kolega Gus Dur yang berbagi kenangan tentang sosok almarhum.
Yenny Wahid, putri Gus Dur, menyampaikan pandangannya tentang ayahnya mewakili keluarga. Selain itu, hadir pula Menteri Agama Nazaruddin Umar, KH. Pandji Taufik, Romo Magnis Suseno, dan Sofyan Wanandi yang turut berbagi pengalaman mereka bersama Gus Dur dalam berbagai kesempatan.
Di sela-sela acara, Khofifah Indar Parawansa mengenang Gus Dur sebagai tokoh besar yang memiliki pengaruh mendalam dalam hidupnya. Ia mengungkapkan bahwa dirinya pernah menjadi bagian dari lingkaran dekat Gus Dur, termasuk saat menjabat sebagai menteri Pemberdayaan Perempuan di era kepemimpinan Gus Dur sebagai Presiden RI ke-4.
“Saya sering menemani beliau jalan pagi, mendengarkan syair i’tirof yang menjadi kebiasaan Gus Dur mengurainya. Gus Dur adalah pribadi yang sederhana penuh wibawa, tetapi memiliki visi besar untuk bangsa ini,” kenang Khofifah.
Khofifah juga mengingatkan Gus Dur sebagai tokoh yang mewariskan semangat toleransi dan keberagaman di Indonesia. Semasa hidupnya, Gus Dur dikenal memiliki ketajaman nurani dalam membela kaum lemah.
“Gus Dur adalah pemimpin yang berani mengambil langkah-langkah bersejarah, termasuk menjadi presiden pertama yang secara terbuka mengakui keberadaan kelompok minoritas Tionghoa di Indonesia. Beliau adalah teladan bagi kita semua dalam memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan,” ujar Khofifah.
Gus Dur kerap disebut sebagai Bapak Tionghoa Indonesia. Ia berjasa besar dengan menganulir Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1967 yang melarang perayaan Imlek dan budaya Tionghoa di Indonesia. Selama 32 tahun, kaum Tionghoa merayakan Imlek secara sembunyi-sembunyi.
Ketika memasuki era reformasi dan Gus Dur menjadi presiden , dia langsung menganulir Inpres tersebut dan menggantinya dengan Inpres No. 6 Tahun 2000, yang mengakhiri diskriminasi terhadap kaum Tionghoa. Langkah ini menjadikan Gus Dur dihormati sebagai Bapak Tionghoa Indonesia dan Tokoh Pluralisme Indonesia.
“Meski banyak yang menyebut beliau adalah tokoh pluralisme, Gus Dur lebih suka disebut sebagai tokoh humanis, itulah mengapa beliau pesan untuk dituliskan sebagai The Humanist di pusara beliau,” ujar Khofifah.
Haul Gus Dur ke-15 ini menjadi momentum penting untuk mengingat kembali nilai-nilai perjuangan yang telah diwariskan oleh almarhum. Karenanya Khofifah mengajak seluruh masyarakat untuk dapat melanjutkan semangat Gus Dur dalam membangun bangsa yang adil, toleran, dan penuh kasih. “Gus Dur mengajarkan kita untuk berpihak kepada kebenaran dan keadilan, meskipun itu penuh tantangan. Warisan nilai-nilai beliau adalah bekal penting untuk masa depan bangsa,” tutup Khofifah.
Tak lupa ia juga mengingatkan satu pesan Gus Dur yang hingga sekarang ia pegang. Yaitu tentang pentingnya dari sebuah perjuangan. “Gus Dur sering berpesan pada saya, siapa pun yang hidup harus siap berjuang. Tiap perjuangan butuh pengorbanan. Setiap pengorbanan, besar pahalanya,” pungkas Khofifah. (dan)