Oleh: Dr. Nur Fadjrih Asyik, S.E., M.Si., Ak., CA.
Penyebaran Covid-19 berdampak tidak hanya pada kesehatan. Namun juga menghambat aktivitas ekonomi yang menyebabkan banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawannya. Alasannyaomzet penjualan menurun sehingga tidak sanggup memenuhi biaya operasional dan membayar gaji karyawan.
Terkait hal tersebut, perusahaan tetap dituntut transparan melaporkan kondisi keuangan. Perusahaan harus menjelaskan dalam catatan atas laporan keuangan bagaimana pandemi Covid-19 memengaruhi operasional perusahaan. Sehingga memenuhi karakteristik kualitatif fundamental laporan keuangan, yaitu informasi yang relevan dan memenuhi representasi yang tepat dari aktivitas ekonomi perusahaan.
Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan pada masa ketidakpastian (uncertainty) akibat Covid-19 harus merefleksi ketidakpastian tersebut. Perusahaan juga tidak diperkenankan melakukan aktivitas manajemen laba (earning management) yang mengakibatkan informasi keuangan perusahaan tidak merepresentasi aktivitas ekonomi perusahaan.
Pada tahun 2020, kinerja perusahaan yang terdampak pandemi tetap disajikan dalam laporan interim perusahaan tahun 2020. Selanjutnya pada akhir tahun, laporan keuangan perusahaan mempublik (go public) di Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib diaudit oleh akuntan publik.
Akuntan publik, merupakan sebuah profesi yang menggunakan keahlian bidang akuntansi dan memberi jasa profesional, seperti audit laporan keuangan, analisis laporan keuangan, audit pajak, dan jasa lainnya. Profesi tersebut mendukung kegiatan dunia usaha di era liberalisasi perdagangan dan jasa. Khususnya dalam penyediaan informasi keuangan perusahaan yang berkualitas dan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi.
Sikap profesionalisme menjadi syarat utamabagi seorang akuntan publik untukmemberi jaminan kepada klien. Hal ini terkaitaspek independensi dan profesionalitasauditor dengan tetap berpegang teguh pada kode etik akuntan publik (code of ethics) dan kontrol kualitas.
Kode etik tersebut mengatur apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan akuntan dan mengatur bagaimana seorang akuntan harus mengambil tindakan yang tidak merugikan salah satu pihak.
Kasus kegagalan proses audit dan pelanggaran atas kode etik yang dilakukan akuntan publik mengakibatkan masyarakat meragukan kualitas audit laporan keuangan yang dihasilkan. Kualitas audit laporan keuangan yang rendah menunjukkan bahwa kinerja auditor juga tidak optimal.
Kajian untuk meminimalkan masalah tersebut adalah integrasi pada tiga faktor kecerdasan (kecerdasan paripurna) yang harus dimiliki akuntan publik agar mampu mendukung profesionalisme kerja auditor, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual (Novianto, 2019).
Kecerdasan intelektual (intelligence quotient/IQ) menunjukkan kemampuan seseorang untuk bertindak secara terarah, berpikir secara bermakna, dan mampu berinteraksi secara efisien dengan lingkungan yang membedakan kualitas seseorang dengan lainnya.
Hasil kajian menyatakan bahwa IQ menyumbang hanya 20 persen dalam mendukung peningkatan kinerja. Sisanya 80 persendipengaruhi bentuk kecerdasan lain yaitu kecerdasan emosional dan spiritual (Munib, 2019).
Kinerja akuntan publik juga dipengaruhi kecerdasan emosional yang terefleksi pada kemampuan akuntan publik dalam melakukan audit, memiliki motivasi dan rasa empati yang kuat, mampu mengontrol diri (emosi), serta memiliki ketrampilan (skill) yang membantu auditor menelusuri bukti audit.
Yang tidak kalah penting, peran kecerdasan spritual juga dibutuhkan dalam mencapai keberhasilan auditor yang mampu berpikir secara kreatif dan inovatif, berwawasan ke depan, bertindak jujur, dan bebas dari intervensi pihak lain yang dapat memengaruhi auditor dalam melakukan proses audit.(*)