Pengajuan izin Pesetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) oleh PT Semen Indonesia menjadi polemik. Salah satu item yang diajukan, yaitu permohonan izin pembuangan limbah di lokasi yang sudah ditentukan oleh Pemprov Jawa Timur, di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).
Sejumlah stakeholder keberatan dan rencana tersebut tidak pernah dikoordinasikan. Masyarakat Ujung Pangkah, Gresik yang umumnya nelayan dan petambak Bandeng, maupun petambak udang tradsional, dan udang intensif serta pengolah ikan di Kecamatan Klampis, Bangkalan, yang akan terdampak langsung juga mengaku tidak pernah diajak bicara.
Demikian pula pengelola Alur Pelayaran Barat Surabaya, PT. APBS, Asosiasi Pelayaran Rakyat (Pelra) maupun asosiasi pelayaran Nasional (INSA) yang sangat berkepentingan dengan APBS tidak pernah diundang ketika penyusunan dokumen Materi Teknis Perairan Pesisir (MTPP) untuk menentukan lokasi dumping.
Keberatan juga muncul dari LBH Maritim Indonesia yang menerima banyak aduan dan permintaan untuk melakukan pendampingan hukum serta dari Komite Tetap Usaha Perhubungan Laut dan Pelayaran Rakyat, Kadin Jawa Timur.
Di dalam dokumen MTPP 2022 yang disetujui Menteri Kelautan dan Perikanan tanggal 31 Oktober 2022, Pemprov Jatim menetapkan tiga lokasi dumping area. Selain di Gresik, juga di Kabupaten Bayuwangi. Lokasinya di atas 12 mil di Samudra Indonesia dan di perairan pantai utara Tuban.
Di Kabupaten Gresik diplot dua lokasi di 112° 39′ 44,714″ E 6° 48′ 48,597″ S seluas 639,54 ha dan lokasi lainnya di 112° 40′ 42,093″ E 6° 48′ 48,669″ S seluas 122,09 ha jaraknya kurang lebih 5 mil dari Ujung Pangkah dan 10 mil dari Kecamatan Klampis, Bangkalan.
Stakeholder kemaritiman keberatan dengan rencana tersebut mengingat di daerah dumping berdekatan dengan fishing ground nelayan (WPPNI 712) serta berdekatan dengan kawasan tambak bandeng.
Sedangkan Pelra dan INSA menganggap bahwa lokasi dumping di alur pelayaran yang dipadati kapal intra insuler dan oceangoing itu sangat mengganggu aktivitas manuver kapal dari dank e Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Gresik, dan Pelabuhan Teluk Lamong, serta membahayakan keselamatan berlayar akibat pendangkalan dan rentan tabrakan. Perlu dicatat pula, Kawasan Tanjung Perak merupakan Kawasan Strategis Nasional dan Markas Komando Armada II.
Menurut Permenhub No. 125 Tahun 2018 tentang Pengerukan dan Reklamasi, menyebutkan lokasi pembuangan hasil pengerukan (dumping area) sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 dilarang dilakukan pada alur pelayaran. Demikian pula Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran. Hal tersebut ditegaskan pula di dalam Peraturan Daerah (Perda) Jawa Timur No. 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi.
Di pasal 33 Perda RTRW Provinsi mengatakan, alur-pelayaran umum dan perlintasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk pencegahan pencemaran lingkungan maritim dengan tidak melakukan pembuangan limbah (dumping) di perairan. Walaupun ada klausul aktivitas pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, pembuangan, dan penimbunan limbah B3 dan non B3 dapat dilakukan dengan bersyarat seperti tercantum di Matrik KKPRL kawasan pemanfaatan umum zona dumping atau pembuangan .
Akan tetapi, ada ketidak sinkronan antara MTPP 2022 dan Perda 10 Tahun 2023. Padahal MTPP yang merupakan revisi RZWP3K (Perda No. 1 Tahun 2018), merupakan bagian dari Perda RTRW Provinsi yang disahkan DPRD Jatim 29 Desember 2023 lalu.
Lokasi pembuangan limbah atau dumping di perairan Gresik sifatnya terbuka. Artinya semua perusahaan bisa mengajukan izin untuk membuang limbah di area yang sudah diplot tersebut. Limbah yang dibuang juga belum ada ketentuan cair atau padat. Akan tetapi dapat dipastikan limbah yang diproduksi oleh industri ada yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).
Sebagai gambaran potensi limbah B3 di Gerbangkertosusilo diprediksi sangat besar, yaitu limbah padat sebesar 516.000 ton/bulan, limbah lumpur 590.270 ton/bulan dan limbah cair 712.450 ton/bulan (DLH Jatim).
Sedangkan pembangunan pusat sarana pengolah limbah B3 yang semula direncanakan di Cerme, Gresik, batal karena adanya hambatan sosial masyarakat. Pusat pengolahan limbah Pemprov Jatim akhirnya dipindah ke Dawar Blandong, Mojokerto yang belum dapat beroperasi penuh.
Dengan pertimbangan dekat dan dikalkulasi dapat menekan biaya transpor, tentu banyak pabrik berkeinginan membuang limbah olahan maupun B3, cair atau padat di perairan Gresik seperti rencana PT. Semen Indonesia daripada dibuang di Dawar Blandong.
Data Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur , Mei 2017 menunjukkan hanya 100 dari 811.273 industri yang mengelola limbah B3 secara tertib. Sebagai ilustrasi, Wilmar, produsen minyak sawit di Manyar Gresik diduga menghasilkan 260 ton limbah setiap hari.(*)
Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan dan Dewan Pakar PWI Jawa Timur