Jakarta, NEODEMOKRASI.COM – Jabatan Mardani H Maming sebagai bendahara umum PBNU nonaktif dipertanyakan. Hal ini setelah mantan bupati Tanah Bumbu Kalsel itu divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor di PN Banjarmasin. Dia terbukti menerima suap izin usaha pertambangan (IUP) pada Jumat (10/2) kemarin.
Wakil Ketua PWNU Jawa Timur KH Abdussalam Shohib Bisri mengajak semua pihak untuk menghormati proses hukum atas jatuhnya vonis 10 tahun penjara kepada Mardani. Kebetulan saat ini masih menjabat bendahara umum PBNU nonaktif.
“Terkait vonis tentu kita semua harus menghormati proses hukum yang berlaku,” kata Gus Salam, panggilan akrabnya, saat dihubungi Sabtu (11/2).
Sementara, terkait posisi Mardani yang masih menjabat bendum PBNU nonaktif, Gus Salam menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
“Terkait posisi sebagai bendum PBNU nonaktif, kami percayakan ke ketum PBNU sesuai dengan Perkum (Peraturan Perkumpulan NU) yang ada,” tambah Gus Salam.
Menurut Gus Salam, vonis bersalah terhadap Mardani telah menjadi pelajaran mahal bagi warga Nahdliyin. “Memang penting bagi jamiyyah NU di semua level dalam rekrutmen pengurus untuk memperhatiakan banyak aspek. Termasuk integritas, komitmen dan kapabilitas agar jalannya organisasi bisa berlangsung dengan kondusif, nyaman, dan fokus dalam berkhidmah kepada ummat dengan penuh keikhlasan,” paparnya.
Pada Jumat kemarin, Mardani divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor di PN Banjarmasin. Putusan 10 tahun penjara hampir sama dengan tuntutan jaksa KPK, yakni penjara 10 tahun 6 bulan karena didakwa menerima hadiah atau imbalan berupa uang Rp 118 miliar.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mardani H Maming oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” kata hakim Tipikor di PN Banjarmasin.
Tak hanya itu, hakim juga mewajibkan Mardani membayar uang pengganti Rp 110 miliar. “Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 110.604.731.752 (Rp 110 miliar),” kata hakim.
Jika Mardani tidak membayar uang pengganti selama satu bulan, maka jaksa akan menyita asetnya. Jika hartanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan kurungan pidana 2 tahun.
Sementara itu, KPK melalui Kabag Pemberitaan Ali Fikri, mengapresiasi vonis hakim Tipikor. Ini menjadi bukti bahwa kerja KPK sesuai prosedur dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“Putusan tersebut menegaskan bahwa apa yang KPK lakukan dalam proses penegakan hukum tipikor pada perkara ini telah sesuai mekanisme dan prosedur hukum,” kata Ali kepada wartawan, Jumat (10/2).
Ali menegaskan bahwa vonis 10 tahun penjara kepada Maming juga menepis tudingan tentang adanya kriminalisasi, saat Mardani pertama kali ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
“Sehingga tuduhan oleh pihak tertentu terhadap KPK dengan narasi telah mengkriminalisasi dan politis dalam setiap penyelesaian perkara, hanyalah persepsi subjektif yang dibangunnya semata, tanpa alas hukum yang dimilikinya,” tandas Ali.
Mardani sendiri saat diberi kesempatan menanggapi vonis 10 tahun, mengaku merasa difitnah. “Terima kasih, Yang Mulia. Apa yang disampaikan Yang Mulia yang mana dianggap korupsi itu adalah pendapatan perusahaan yang dijadikan sebagai alat korupsi. Saya merasa itu tidak benar dan itu semuanya menjadi fitnah kepada diri saya,” kata Maming yang mengikuti sidang pembacaan vonis secara virtual dari Gedung KPK Jakarta Selatan.
Mardani meminta waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah akan banding atau tidak terhadap vonis tersebut karena akan berkonsultasi terlebih dulu dengan kuasa hukumnya.(dan)