Pemerataan ekonomi yang menjadi keinginan godfather negeri ini terus diupayakan oleh pemerintah dengan menghadirkan program dana desa dengan skala prioritas pada sektotr pembangunan dan pemberdayaan masyarakat pedesaan. Skala prioritas tersebut dilaksanakan dengan berpegang pada landasan hukum pasal 19 ayat (2) PP No. 22 Tahun 2015 Tentang Dana Desa dan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Upaya tersebut mempercepat proses pemerataan pembangunan di Indonesia dengan mengalokasikan dana yang cukup besar kepada pemerintahan desa. Secercah harapan hadir bagi masyarakat desa dengan diberlakukan Undang-Undang desa. Pemerintah desa mendapat perhatian yang lebih bila dibandingkan dengan satuan pemerintahan Kecamatan dan Kabupaten Kota. Selain itu UU No. 6 tahun 2014 merupakan itikad negara untuk memberikan otonomi terhadap desa , diantaranya: adanya pemilihan Kades (Kepala Desa) yang dilakukan masyarakat desa serta penyusunan dan pelaksanaan APBDes.
UU No 6 Tahun 2014 tentang desa memberikan keistimewaan bagi desa untuk menerima dana dari APBN dan menerima otonomi desa. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa desa belum dapat memanfaatnya, Desa masih belum mampu mengoptimalkan sumber pendapatan desa dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desanya. Penyusunan dan pelaksanaan APBDes yang berisi program-program untuk kesejahteraan desa belum dapat diwujudkan.
Jadi, otonomi desa yang diharapkan menjadi indikator untuk melihat kualitas pengelolaan desa tidak tercapai. Artinya, tata Kelola yang berdimensi partisipasi, transparansi, akuntabilitas serta efisiensi dan efektivitas belum dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah desa wajib mengelola keuangan desa secara transparan, akuntabel, dan partisifatif. Dengan kata lain. pemerintah desa melaksanakan tata Kelola yang baik (good governance) dengan tiga pilar yaitu: partisipasi, transparan dan akuntabilitas. Pelaksanaan good governance merupakan salah satu bentuk mengurangi terjadinya praktik penyimpangan.
Dalam kontek fraud triangle kehadiran good governance mempersempit ruang gerak seseorang/ kelompok untuk melakukan kecurangan. Fraud triangle menjelaskan orang melakukan fraud (kecurangan) dikarenakan adanya pressure (tekanan), opportunity (kesempatan/ peluang) dan razionalization (rasionalisasi). Adanya yang mengibaratkan bahwa fraud triangle sebagai sumber panas yang dapat menyebabkan api hadirnya fraud.
Terbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, menjadikan posisi pemerintah desa semakin kuat dikarenakan pemerintah desa memperoleh alokasi dana desa yang bersumber dari APBN sebesar 10% dari APBN. Berdasarkan simulasi, jumlah APBN tahun 2014 dibagi dengan jumlah desa diseluruh Indonesia diperkirakan setiap desa memperoleh dana sekitar Rp850 juta. Angka tersebut bertambah menjadi Rp1,2 Milyar karena ada tambahann bagi hasil pajak dan retribusi serta bantuan keuangan. Mengelola keuangan senilai 1,2 milyar bukanlah hal mudah.
Pemerintah desa dituntut bagaimana mengelola dana tersebut secara efektif, efisien dan akuntabel. Bila tidak BPK sebagai penjaga keuangan negara akan menindak aparat pemerintah desa melakukan penyelewengan keuangan. Harus diakui dana sebanyak Rp1,2 milyar rentan menghadirkan fraud atau kecurangan.
Dana desa yang merupakan amanah dari Undang-undang dimana pemerintah pusat berkewajiban mengalokasikan Dana Desa dalam APBN. DIharapkan penggunaan dana desa memberikan prioritas pada SDGs Desa (Sustainable Development Goal).
Dalam mewujudkan 8 tipologi desa dan 18 tujuan SDGs desa. Adapun tujuan SDGs desa tersebut meliputi: (1) desa tanpa kemiskinan dan kelaparan (SDGs 1 dan 2); (2) Desa ekonomi tumbuh merata (SDGs desa 8,9,m 10 dan 12); (3)Desa peduli Kesehatan (SDGs desa 3, 6 dan 11); (4) Desa peduli lingkungan (SDGs desa 7, 13, 14 dan 15); (5) Desa peduli Pendidikan (SDGs desa 4); (6) Desa ramah Perempuan (SDGs desa 5); (7) Desa berjejaring (SDGs desa 17) dan (8) Desa tanggap budaya (SDGs desa 16 dan 18).
Optimalisasi penggunaan dana desa selain tercapainya SDGs desa juga memberikan multiplier effect yang tinggi. Penggunaan dana desa yang optimal memang menjadi harapan pemerintah pusat kepada pemerintah desa. Namun demikian, banyak kepala desa merasa cemas harus terkait penggunaan dana anggaran 1 milyar-an tersebut. Kekhawatiran dengan minimnya pengetahuan penggunaan anggaran besar akan muncul kesalahan administrative dan kesalahan dilapangan dalam penggunaan anggaran senilai 1 milyar. Jadi terlihat bahwa kecemasan terbangun dari ketidakmampuan SDM desa yang akan berujung terkena kasus hukum terkait penyaluran dan penggunaan anggaran dana desa. Sehingga banyak pemerintah desa menginginkan adanya pendampingan dalam penggunaan dana desa.
Akuntansi adalah salah satu komponen yang dapat digunakan pemerintah desa dalam good governance penggunaan dana desa senilai 1 milyaran. Akuntansi adalah sistem informasi yang membantu menjalankan tugas suatu organisasi (pemerintahan desa) agar tujuan organisasi tercapai. Akuntansi berperan mewujudkan good governance. Dengan kata lain akuntansi berkemampuan menciptakan akuntabilitas, transparansi, responsibilitas, serta efisiensi dan efektivitas. Selain sebagai alat mencatat transaksi ekonomi, akuntansi juga berkontribusi dalam hal pengolahan sumberdaya yang dimiliki pemerintah desa. Akuntansi memiliki kontribusi menciptakan internal control, menguji akuntabilitas serta memberikan informasi yang handal dan transparan. Akuntansi memberikan informasi penting untuk pemerintah desa untuk pertimbangan pengambilan keputusan, perumusan kebijakan dan tolak ukur kinerja.
Pemerintahan desa merupakan salah satu organisasi sektor publik yang memberikan layanan pada masyarakatnya. Maka pemerintah desa membutuhkan tata Kelola (good governance) dalam meningkatkan kinerja dalam memberi melayani kepada masyarakat. Penerapan good gevernance yang baik akan mengoptimalkan kinerja dalam memberikan layanan kepada Masyarakat desa. Good governance dapat terselenggara dengan baik bila salah satu sarana penopangnya yaitu penggunaan akuntansi. Akuntansi memproses catatan ekonomi dan menyajikan ionformasi yang dibutuhkan penggunanya. Akuntansi juga digunakan sebagai dasar mengambil sebuah keputusan, sebagai dasar penyusunan anggaran serta membantu pemerintah desa membuat suatu kebijakan.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa akuntansi berperan membantu mewujudkan good governance dalam kegiatan suatu organisasi sektor publik, diantaranya pemerintah desa. Akuntansi mewujudkan terlaksanakan prinsip-prinsip yang dimiliki good governance. Akuntansi mewujudkan prinsip akuntabilitas, artinya akuntansi membantu organisasi sektor publik mempertanggungjwabkan semua kegiatan yang telah dilakukan dan melaporkan hasilnya dengan Menyusun laporan akuntabilitas kinerja pemerintahan desa. Akuntansi berperan mewujudkan prinsip trnsparansi. Akuntansi membantu organisasi sektor publik dalam hal ini pemerintah desa menyampaikan informasi terkait dengan aktivitas yang telah dilakukannya.
Dalam hal mewujudkan adanya trnsparansi menunjukkan bahwa akuntansi dapat menyakikan kepada pihak yang berkepentingan bahwa informasi yang tersampaikan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peran akuntansi dalam mewujudkan prinsip responsibilitas. Peran ini membantu organisasi sektor publik dalam mempertanggungjawabkan setiap tugas atau wewenang yang telah ditetapkan dan dikerjakan kepada Masyarakat.
Demikian pula dengan prinsip efektivitas dan efisiensi melalui akuntansi maka organisasi sektor public terbantu dalam penyediaan anggaran dengan baik dan memiliki nilai efisiensi dan efektivitas. Maka dapat ditarik simpulan bahwa akuntansi akan mengurangi kecemasan kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa yang diberikan oleh APBN dan mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran. Karena semua itu dibangun melalui akuntansi dengan mewujudkan good governance dengan sentuhan khasnya. Akuntansi mewujudkan prinsip-prinsip yang ada di good governance, diantaranya: akuntanbilitas, transparansi, responbilitas, serta efisiensi dan efektivitas. Dengan demikian akuntansi berperan membantu pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa.*