Neo-Demokrasi
Headline Opini

Gempa Tuban Vs Area Dumping

Dumping area di perairan Tuban beririsan dengan pusat lokasi gempa Tuban dan Bawean. (Lampiran Perda 10 tahun 2023)

Pada Jumat, 22 Maret 2024 lalu terjadi gempa dahysat yang menggetarkan sebagaian daerah Jawa Timur sampai Jawa Tengah. Wilayah perairan laut utara Jawa, khususnya di wilayah Jawa Timur beberapa waktu terakhir terbukti merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi.

Tingginya kerentanan bencana tersebut dapat dilihat dari adanya sesar aktif di Laut Utara Jawa, yang juga mencakup perairan laut Gresik dan Tuban. Bahkan BMKG mencatat telah terjadi lebih dari 300 kali gempa susulan di laut Tuban.

Guncangan gempa yang terjadi di Kabupaten Tuban dirasakan di beberapa kecamatan, yakni Kecamatan Soko, Parengan, Bangilan, Rengel, Semanding, dan Tambah. Sedangkan untuk wilayah Gresik, gempa tersebut dirasakan di dua kecamatan di Pulau Bawean, yakni Sangkapura dan Tambak, dan di Kota Surabaya, yakni di Kecamatan Simokerto, Mulyorejo, dan Genteng

Gempa pertama yang berpusat di laut pada jarak 132 kilometer timur laut Kota Tuban berkekuatan 6 magnitudo dengan kedalaman 10 kilometer, di koordinat 5,74 Lintang Selatan (LS) dan 112,32 Bujur Timur (BT). Koordinat tersebut beririsan dengan koordinat area dumping di Gresik (6,48 LS dan 112,39 BT), (6,48 LS dan 112,40 BT) dan di Tuban (6,43 LS dan 112,6 BT).

Perlu diketahui pada akhir Desember 2023 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2023-2043 disahkan DPRD Jawa Timur. Dalam perda terdiri 145 bab, 145 pasal, dan 31 lampiran tersebut menetapkan tiga lokasi dumping atau pembuangan limbah ke laut. Masing-masing di daerah Perairan Utara Gresik, Tuban, dan Perairan Selatan Banyuwangi.

Penyusunannya disesalkan tidak melibatkan pemangku kepentingan. Seperti nelayan, pegiat pelestari lingkungan, pelaku usaha pelayaran, pembudi daya ikan, serta instansi yang terkait. Seperti Otoritas Pelabuhan (KSOP), pengelola alur pelayaran (APBS) serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Tingginya potensi bencana besar di perairan laut utara Jawa Timur seharusnya menjadi pertimbangan utama dan serius terkait berbagai rencana pembuangan dumping di perairan laut Jawa Timur. Meningkatnya intensitas bencana, khususnya Tuban dan Gresik serta hasil kajian tim ahli (BMKG) yang menyebutkan potensi gempa M 8,7 dan tsunami 29 meter di pantai selatan Jawa Timur, menjadi momentum untuk merevisi dan menghapuskan rencana zona pembuangan dumping dalam perda tersebut.

Sebagai catatan, Pemprov Jatim sudah membangun lokasi pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) di Dawarblandong, Mojokerto. Di ketiga area dumping tersebut juga merupakan area fishing ground sesuai dengan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 18/Permen-Kp/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Area dumping di Gresik dan Tuban termasuk ke dalam WPPNRI 712 perairan Laut Jawa. Sedang area dumping di Selatan Banyuwangi termasuk ke dalam WPPNRI 573 perairan Samudra Hindia.

Masing-masing area dumping tersebut juga beririsan dengan beberapa zona, perikanan tangkap (PT). Termasuk pula perikanan budi daya (PB) di Kecamatan Ujungpangkah Gresik dan juga merupakan Zona Ekosistem Pesisir (EP) serta destinasi pariwisata (W).  Di pesisir Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi juga dikelilingi  Zona Pencadangan Kawasan Konservasi (PKK), Zona Pemanfaatan Umum (PU), dan Zona Prikanan Budi Daya (PB).

Meskipun tujuan dari perda adalah untuk memajukan perekonomian, akan tetapi, apabila besaran jumlah penduduk di pesisir yang akan terkena dampak dari pencemaran di area dumping sangat besar sekali, akan menimbulkan kerugian pada nelayan sendiri dan secara ekologis akan merusak lingkungan laut.

Prinsip kehati-hatian seharusnya menjadi salah satu prinsip utama dalam penyusunan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah di seluruh provinsi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan sumber daya pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil dan pencemaran lingkungan yang disebabkan dumping di laut.

Hal tersebut karena pemanfaatan ruang untuk dumping yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati-hati dan didukung penelitian ilmiah yang memadai.

Faktanya area dumping sudah ditetapkan, maka tentu saja akan banyak yang terkena kerugian. Mulai dari kerugian ekologi yang mengakibatkan kerugian sustainability  yang kaitannya dengan generasi yang akan datang. Sehingga peristiwa gempa ini seharusnya dijadikan momentum tepat bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan audit tata ruang Perda No.10 Tahun 2023 tentang RTRWP Jatim dan menghapus alokasi ruang untuk zona pembuangan dumping di perairan Jawa Timur.

Sebagai gambaran potensi limbah B3 di Gebangkertosusilo sangat besar, yaitu limbah padat sebesar 516.000 ton/bulan, limbah lumpur 590.270 ton/bulan dan limbah cair 712.450 ton per bulan (sumber DLH Jatim).(*)

Oleh: Oki Lukito

Direktur Forum Mayarakat Kelautan, Maritim, Perikanan, Dewan Pakar PWI Jatim

Related posts

Lebih dari Separo WBP-ADP di Jatim Diusulkan Dapat Remisi

Rizki

Maling Celana Dalam Dihajar Warga

Rizki

Adhy Karyono Lantik Pj Bupati Pasuruan dan Pj Wali Kota Probolinggo

Rizki